Wednesday, October 29, 2008

Perempuan dan Sekitarnya

Ada satu keanehan yang terjadi di ruangan ini. Sekian lama tempat ini terselimuti oleh pola patriarki. Hari ini, akhirnya pola itu mulai runtuh, begitu juga pola patriarki yang telah lama aku pegang teguh. Aroma kekuatan perempuan mulai tercium.

Pengakuan itulah yang aku baca di buku curhat organisasi kampus yang aku ikuti, ditulis oleh seorang kawan laki-laki, saat kami tengah mengadakan rapat organisasi. Aku terhenyak membacanya, aku sangka dia adalah seorang yang ‘moderat’ atau ‘liberal’. Ternyata aku salah besar, dengan jelas ia mengakui patriarkinya. Ooh..kasian sekali, rupanya ia masih terkubur dalam kubangan feodalisme milik jaman penjajahan yang pada akhirnya berdampak pada cara berpikirnya, pikirku dalam hati.

Pengakuan itu muncul karena masalah sepele. Dalam rapat tersebut, aku dan beberapa kawan perempuan mengajukan keberatan terhadap mereka yang merokok—yang mayoritas adalah kaum laki-laki. Kami (aku dan beberapa kawan perempuan) beranggapan bahwa kami juga memiliki hak untuk menghirup udara segar. Mereka pun bersikeras untuk mempertahankan argumennya bahwa merokok juga adalah hak mereka sebebas-bebasnya. Setelah melalui ‘pergulatan’ yang panjang, akhirnya kami semua sepakat bahwa selama rapat haram hukumnya bagi moncong mulut yang mengepulkan asap rokok. Deal!!

“Aku ga suka di dalam organisasi kita ini ada pola seperti itu!! Udah ga relevan lagi untuk zaman sekarang. Sebagai seorang mahasiswa, harusnya mereka mampu berpikir ‘lebih’ dari itu. Iya kan??”, kataku pada seorang kawan perempuan di saat senggang. “That’s right, sister! Kalo ga ada makhluk yang namanya perempuan, kamu ga bakal nongol disini, tau!!”, sahutnya seolah-olah ia sedang berbicara pada seorang laki-laki.

Aku tak ingat persis kapan terjadinya perdebatan itu, yang pasti kejadian itu berlangsung beberapa hari menjelang hari Kartini—di mana diperingati sebagai hari bangkitnya kekuatan yang dimiliki oleh seorang hawa. Kasian sekali si Kartini, hanyalah tinggal peringatan saja tanggal 21 April itu karena ternyata pola patriarki masih banyak terjadi di masyarakat Indonesia.

Dalam karyanya A Discourse on Political Economy (1755), filsuf Jean Jacques Rousseau secara konsisten memandang perempuan sebagai makhluk inferior dan tersubordinasi. Tujuan hidup mereka hanya untuk melayani laki-laki. Karena itu, mereka tidak mungkin atau tidak dapat menjadi pemimpin. Rupanya sistem nilai dan budaya yang ada kini turut berkontribusi terhadap langgengnya pola seperti ini sehingga melekat dari generasi ke generasi, yang makin mensubordinatkan perempuan di bawah superioritas laki-laki.

Perempuan masih diposisikan sebagai kelompok lemah dan perlu diajari, dibimbing, dan diamankan. Semua itu menjadi pembenaran perempuan tidak bisa berperan di ruang publik, diharuskan tinggal di rumah demi keamanannya, dan berkonsentrasi di wilayah domestik.
Peristiwa malam itu masih membayangiku tatkala aku hampir terlelap di kasurku. Aku teringat, jauh sebelum Rousseau sebenarnya sudah ada seorang filsuf kelahiran Macedonia yang hidup pada masa 384-322 SM yang berbicara tentang keberadaan perempuan yaitu Aristoteles.

Ia percaya bahwa kaum perempuan adalah “pria yang belum lengkap”. Perempuan, dalam hal reproduksi, hanya bersikap pasif dan reseptif. Bagaimana bisa filsuf sepintar itu salah dalam mempersepsikan korelasi antara laki-laki dan perempuan?! Hal itu disebabkan, dalam menjalani kehidupannya, Aristoteles kurang memiliki pengalaman dan interaksi yang bermakna dengan perempuan. Aaa…itulah akibatnya, bila segala sesuatunya yang memegang kendali adalah kaum laki-laki, rutukku dalam hati. Aku pun terlelap dengan pikiran yang masih terus berputar.

Sebenarnya gerakan perempuan telah muncul mulai tahun 1787 yang ditandai dengan terbitnya Pencerahan Concordet di Perancis. Pada masa itu, perempuan sangat aktif dalam pertempuran melawan rezim feodal yang ada. Salah seorang aktivis perempuan yang gigih dalam membela hak asasi kaumnya yaitu Olympe de Gouges tahun 1791. tapi, malang benar nasibnya, kepalanya dipenggal tahun 1793 dan seluruh aktivitas politik bagi kaum perempuan dilarang. Pada abad 19 barulah terjadi gelombang feminisme di seluruh Eropa dan menjalar hingga ke seluruh penjuru dunia hingga detik ini.

Memang pada waktu tertentu, perempuan memiliki lebih banyak keterbatasan dibanding laki-laki. Misalnya saja, dalam jangka satu bulan perempuan harus ‘rehat’ beberapa hari sebab haid. Selain itu, sistem sosial yang mensyaratkan tabunya bagi seorang perempuan untuk keluyuran melewati pukul 9 atau 10 malam. Ora ilok (tidak pantas, red), kata orang Jawa! Tapi, janganlah kiranya itu nantinya dijadikan alasan oleh kaum laki-laki untuk mendiskreditkan perempuan.

Lalu, apa yang bisa perempuan lakukan supaya mereka tidak dianggap sebagai subordinat saja? Unjuk gigi dong!! Alias berkarya, berkarya, dan terus berkarya!! Perempuan bisa menjadi presiden, politisi, bergiat di DPR, partai, LSM, menjadi dosen, rektor, peneliti, supir taksi, supir busway, montir, manajer, wartawan, membuka lapangan kerja sendiri, de el el. Romo Magnis-Suseno, dalam sebuah tulisannya di media cetak pernah berkata bahwa filsafat laki-laki cenderung bersifat logosentris, phalocentris sehingga perempuan perlu berfilsafat untuk menyelamatkan keberatsebelahan pemikiran laki-laki filsuf.

"Perempuan berfilsafat dari posisi ketertindasan sehingga menjadi lebih peka terhadap realitas yang lain dibandingkan laki-laki. Laki-laki berfilsafat dari kedudukannya yang dominan sehingga kalau pun ada pendekatan-pendekatan yang khas perempuan, tetapi karena pengalaman kolektif mereka berbeda, mereka menjadi kurang peka," katanya.

Tulisan ini hanyalah ‘alarm’ supaya sebagai makhluk yang waras, kita saling menghargai apapun jenis kelamin yang kita miliki dan dengan jenis kelamin apa kita berinteraksi. Bagi kaum laki-laki, jangan sekali-kali berani beranggapan bahwa kau lebih hebat dari perempuan. Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi. Bagaimana pun kuatnya seorang laki-laki pasti membutuhkan seorang perempuan. Yah….untuk sekedar reminder saja laki-laki itu dilahirkan dari liang vagina, bukan lewat penis!! Iya kan?! That’s right, sister!!

No comments: