Friday, October 24, 2008

Gak apa-apa, Ada Tuhan….

9 September 2008, Pukul 11.00 WIB

Momen itu pasti akan membekas di otakku. Karena hari dan waktu itulah aku menjalani ujian atau sidang skripsi. Berarti sudah 3 semester aku memprogramkan skripsi. Yaah..memang sih, di semester 7 awal memprogram skripsi aku masih bingung ambil tema apa. Ketika sudah tahu pun ternyata tak segera ku kerjakan, hehehe...

Semester 8 baru agak serius ku garap itu semua. Sekali niat mampir, ku kebut mengetik di komputer tuaku hingga pukul 2.00-3.00 dini hari. Masalahnya, ketika rasa malas menghinggapiku, 1-2 bulan komputer pun tak aku hidupkan. Butuh tenaga dan semangat yang tinggi, hanya untuk menghidupkan komputer, hehe..ada-ada saja. Tapi memang seperti itu nyatanya.

Dalam mengerjakan skripsi, sebenarnya data bukan menjadi masalah bagiku. Oiya, aku mengambil judul Feminisme dan Tingginya Tingkat Keterwakilan Perempuan Dalam Parlemen Swedia. Yang pertama karena aku perempuan, so i wanna do something good for my sisters...dan juga untuk menyeimbangkan kajian yang ada di Jurusan Hubungan Internasional Univesitas Jember ini.

Dengan Dosen Pembimbing Pak Eby dan Pak Heri, aku berupaya menjaga semangat untuk menyelesaikan karya masterpiece-ku. Kurangkai kata demi kata, sub bab demi sub bab, membaca data yang serba Inggris-an, hingga saban hari nge-cek email dan yahoomessenger, berharap Pak Eby sedang online atau ada balasannya di inbox emailku.
Memang berat...putus asa, bosan, jengkel kepada Dosen Pembimbing, gak dapat data, komputer didiagnosa menjadi peternakan virus, semua itu pernah aku alami.

Percaya atau tidak, aku pernah menangis gara-gara ulah kedua pembimbingku itu. Ceritanya, ada info kalau Pak Eby pada suatu waktu akan datang. Karena peristiwa itu langka, aku segera merampungkan tulisanku hingga jam 02.00-an. Keesokan harinya dengan semangat membara, aku melangkahkan kaki dengan mantap berharap bertemu dengannya. Ketika masuk ke ruang dosen, seorang dosen berkata, ”Tyas, pak Eby sudah meninggalkan Jember, kembali ke Malaysia, mungkin sekarang sudah di Surabaya. Semalam beliau berpamitan ke rumah saya.” Kaget, terpukul, kecewa, jengkel, smeua perasaan itu bergulat menjadi satu dan membuatku tidak betah berlama-lama di kampus. Tapi, sebelum itu kupastikan keberadaan Pak Eby dengan cara mengirim SMS, dan ternyata benar dia sudah ada di Surabaya. Aku pulang dengan lemah..letih...lesu...tidak bersemangat,,pengen nangis. Dan sesampai di Kost, aku curhat ke seorang teman, dan aku menangis,,hhuaa....hhuuuaa....Aku berkata padanya, ini rasanya menyakitkan seperti dikhianati oleh seorang kekasih...(duuh...berlebihan gak si,,hehe...)

Tangisan selanjutnya gara-gara dosen pembimbing keduaku, Pak Heri Potter, eh salah, Pak Heri Alfian maksudnya. Malam itu aku bertandang ke rumahnya memberikan 1 bendel skripsi karena 3 hari lagi aku akan sidang. Rencananya ingin konsultasi dan minta tips mengahdapi sidang. Bukannya tips yang ku dapat, malah jengkel. Pasalnya, dia bilang kemungkinan tidak bisa mendampingi ujianku karena akan mudik ke Lombok. Sesudah dia berkata seperti itu, aku hanya diam dam mengiyakan saja apa yang dikatakannya. ”Yaah..Tyas jangan sedih gitu dunk, iya aku usahakan, tenang aja.”, katanya sebelum aku meninggalkan pelataran rumahnya. ”Oke, kita lihat saja nanti, buktikan!!”, sahutku dengan sinis.

Sesampai di kostan, kembali aku mengadu dan menangis di hadapan temanku dan diam di kamar. Malamnya, aku curhat ke seorang kawan mengadu itu semua. Aku berkata bahwa kemungkinan besar aku ujian sendirian karena Pak Eby pasti tidak datang, dan kemungkinan Si Heri Potter itu juga tidak ada. Tau apa jawabannya?? Dengan lugas dan menyentil, kawanku itu berkata, ”Gak apa-apa, ad Tuhan!!”. YYYeeeaaaahhhh......aku merasa seperti sebuah HP yang baru diCharge, aku merasa ada kekuatan yang masuk ke seluruh tubuhku. Aku menangis lagi. Tapi bukan lagi menangisi Pak Heri atau manusia mana pun, aku memohon ampun pada Yesus-ku karena aku luput dan sejenak mengandalkan manusia. Dan juga bersyukur, Dia masih mau memberiku maaf dan memberiku semangat baru. Sekarang aku tidak takut lagi. Aku siap maju ujian..

Itulah rahasiaku mengapa ku nyantai-nyantai aja menghadapi ujian. Aku berpikir bahwa aku sudah berusaha semampu aku bisa, sisanya kan biar Tuhan yang mengambil alih.
Tuhanku memang huueebatt, salah satu buktinya ya tanggal 9 September 2008 itu..

Dan keesokan harinya, tanggal 10 September, Tuhan kembali memberikan kebahagiaan padaku. Aku berangkat ke Jakarta.....Hhooorrraaaiiiiii...........

1 comment:

Insaf Albert Tarigan said...

Yang ngomong gak apa-apa ada Tuhan itu siapa ya? sepertinya aku pernah mengucapkan itu.