Monday, September 01, 2008

Perempuan Cantik itu Mamaku

Pagi tadi aku bertemu mamaku, seorang perempuan setengah baya yang dua puluh satu tahun yang lalu telah mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkanku. Aku bertemu dengannya di stasiun Jember. Dia akan pergi ke Madiun, kota asalnya, untuk ziarah ke makam kakek nenekku dan bertemu dengan tante omku di sana.

Aku melangkah memasuki bangunan stasiun itu, agak asing bagiku, mengingat sudah dua bulan lebih aku tidak pulang ke Banyuwangi—kota terujung sebelah timur Pulau Jawa. Setelah menunggu sekitar 20 menit, akhirnya kereta Sritanjung jurusan Surabaya-Jogjakarta merayapi rel di stasiun Jember ini..

Aku bangkit berdiri dan mengamati gerbong demi gerbong, lorong pintu demi lorong pintu, jendela demi jendela untuk menemukan perempuan yang sangat mencintaiku tanpa syarat itu. Akhirnya ku lihat dia, mencoba keluar dari desakan penumpang di sekitarnya pada gerbong nomor 3. Mamaku, berkaos kuning dengan celana denim di bawah lutut dan tas coklat tersampir di lengan kirinya. Sama sekali jauh dari kesan glamor ataupun mewah. Rambut lurus dan tebalnya tidak sampai menyentuh bahu—membuatnya terlihat selalu segar dan muda walaupun bunga-bunga keriput mulai menjejak di wajahnya, menandakan umurnya yang beranjak mendekati pertengahan abad. Ia masih terlihat cantik. Jujur, aku ingin terlihat sepertinya ketika usiaku sama dengannya.
Ia turun dari gerbong, senyumnya mengembang..

Aku menyerahkan sebungkus nasi untuk sarapan di kereta nanti. Sebagai gantinya, ia menyerahkan sekantong kresek hitam besar padaku yang berisikan sekotak bihun dan keripik. Ooh...mamaku, betapa engkau telah rela bangun di subuh hari dan menyiapkan ini semua untukku. Dalam hati aku berpikir, bisakah dan pantaskah aku membalas kebaikanmu? Dan dengan apa kiranya aku bisa membalasnya? Seumur hidup aku yakin tak akan bisa ku tebus semuanya itu..

Kami sempat ngobrol, tentang keadaan bapakku dan adik laki-lakiku di rumah. Mamaku memang sangat terbiasa untuk bepergian sendirian. Ia adalah orang yang supel dan mudah akrab dengan siapa pun. Tak heran bila kawan-kawanku semasa SD selalu menanyakan mamaku ketika mereka bertemu denganku, dan mamaku adalah orang yang tak segan untuk menyapa kawanku terlebih dulu. Yaah...tak jarang mamaku ngobrol dengan kawanku yang penjaga toko atau sekedar bertemu di pasar. Mamaku jarang sekali lupa nama kawan-kawanku.

Tak sampai 15 menit kami berbincang. Walaupun begitu, aku menikmatinya. Sebelum ia kembali ke keretanya, ku raih dan ku cium punggung tangannya, lalu ku cium pipi kanan dan kirinya. ”Ati-ati ya, Ma..”, ujarku. Lalu naiklah ia ke balok besi yang akan membawanya ke Madiun itu. Ternyata ia masih berdiri di lorong pintu, ia berpesan, ”Skripsinya cepat dirampungkan ya?!”. Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
Lalu kereta pun perlahan bergetar dan pergi dengan membawa senyum perempuan terindah yang mampu menenangkan hatiku itu..mamaku.
Yaah...perempuan cantik itu adalah mamaku.

Baca Selengkapnya..