Monday, March 19, 2007

Bursa PILREK Universitas Jember

SARWEDI : ”Saya sudah siap!!”

Siang itu (02/03) Prof. Dr. H. Sarwedi, MM, mengenakan kaos berkerah warna abu-abu, dengan rambut tertata rapi duduk di balik meja. Ia nampak sibuk dengan beberapa sertifikat kelulusan yang harus ditandatanganinya. ”Silahkan duduk, mbak, sebentar ya, saya selesaikan menandatangani ini semua.”, ujarnya ramah. Perbincangan di kantornya, Ruang Dekan Fakultas Ekonomi itu terasa makin akrab setelah saya dipersilahkan minum. Sosok yang satu ini dikenal akrab dengan mahasiswa karena ia selalu meluangkan waktunya bagi mahasiswa-mahasiswanya.
Dalam perbincangan selama kurang lebih 45 menit itu, putra daerah Banyumas ini banyak bercerita tentang pentingnya karakter seorang pemimpin yang berdampak langsung pada pola kepemimpinannya.. Ia juga menyoroti tentang problema yang menghambat kemajuan UNEJ, juga solusi yang coba ditawarkan. Ketika ditanya masalah suksesi rektor, Sarwedi pun dengan terbuka menanggapinya pertanda ia telah siap.
Menurut pria yang telah dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang Ekonomi Internasional pada tanggal 27 Januari yang lalu, untuk menjadi seorang pemimpin, karakter yang harus dimiliki antara lain sabar, santum, jujur, tidak sombong, disiplin. Karakter adalah sifat. Sebuah karakter akan secara langsung berdampak pada proses atau cara kepemimpinannya. Sifat atau karakter itulah yang membuat perbedaan cara memimpin antara pemimpin yang satu dengan yang lain.
Bila dilihat pola kepemimpinan di Indonesia, dia menilai berdasar referensi yang telah ia baca, proses kepemimpinan dan hasil yang diharapkan terkadang masih terpengaruh oleh masa lalu. Masa lalu sangat berpengaruh terhadap apa yang dikerjakan kini dan relatif kurang dalam melihat masa depan. Ini semua dipengaruhi oleh sifat atau karakter dari pemimpin.
Dalam mengamati fenomena pendidikan di Perguruan Tinggi, Sarwedi menggunakan apa yang disebut paradigma Perguruan Tinggi yang dikenal dengan Isu Strategis Tiga, yaitu: daya saing bangsa, otonomi atau desentralisasi dan organisasi yang sehat. Berkaca pada universitas besar lain di Indonesia, yang sebaiknya dilakukan Universitas Jember supaya mampu menghadapi tantangan ke depan adalah bagaimana mengkondisikan tiga hal penting tersebut, dan ini semua tergantung dari karakter yang dimiliki oleh pemimpin. Menurutnya, meniru tidak apa. Tapi tujuannya adalah dalam rangka mencapai presisi industri (dalam bahasa ekonomi) yang layak dalam dunia pendidikan. Di Universitas Jember ada APU (Arah Pengembangan Universitas) yang salah satu programnya adalah resource sharing. Ternyata dalam beberapa tahun ini susah sekali dilaksanakan. Penyebabnya adalah munculnya egoisme jurusan, egoisme fakultas. Pada tataran universitas, sepertinya sulit untuk melakukan resource sharing, apalagi di tingkat Jawa Timur. Sekali ini berkaitan dengan karakter dari masing-masing pemimpin. Jadi, sebaiknya program-program yang direncanakan disesuaikan dengan kemampuan juga kondisi internal Universitas Jember.
Ditanya tentang pengabdian UNEJ terhadap masyarakat, pria berusia 54 tahun ini menjelaskan UNEJ masih kurang dalam hal ini. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya lembaga yang berfokus pada kajian sosial tentang masyarakat sekitar dalam rangka social responsibility. Artinya kajian yang dilakukan lembaga tersebut mampu memberikan manfaat secara langsung pada masyarakat sekitar. Sebenarnya Universitas Jember sudah mempunyai lembaga-lembaga tersebut, misalnya Lembaga Penelitian, Lembaga Pengabdian Masyarakat, Lembaga Pengembangan Mahasiswa, dan sebagainya. Ini semua adalah upaya dalam rangka pengabdian masyarakat, hanya perlu lebih dioptimalkan lagi sisi kemanfaatannya.
Ia menilai, banyak hal yang bisa dilakukan mahasiswa-mahasiswa UNEJ, kaitannya dengan pengabdian terhadap masyarakat, dalam hal pemberantasan buta huruf di Jember, misalnya. Universitas Jember sebagai penyedia sumber daya manusia, contohnya Universitas Jember mempunyai FKIP (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan). Mestinya dalam masalah pemberantasan buta huruf, mereka bisa berpartisipasi dalam upaya penanggulangannya. Seyogyanya dalam program pemberantasan buta huruf, pemerintah Kota Jember lebih mengikutsertakan person-person yaitu mahasiswa yang kompeten di bidang itu, sehingga hasil yang diperoleh akan maksimal, seperti yang terjadi di Bondowoso. Diperlukan sensitivitas yang tinggi dalam melihat fenomena ini. Apabila pemerintah kota kurang tanggap, Universitas Jember harusnya lebih peka terhadap masyarakat di sekitar.

SUKSESI REKTOR
Dalam hal pemilihan rektor, UNEJ memiliki kebijakan bahwa untuk keputusan tertinggi berada di tangan senat, yaitu perwakilan masing-masing fakultas. Namun, apabila mahasiswa menuntut untuk diadakan pemilihan rektor secara langsung, dan tuntutan itu dilakukan secara terus menerus dan konsisten, Sarwedi mengatakan bahwa ia yakin tuntutan tersebut akan mendapat respon, mengingat mahasiswa adalah ‘konsumen utama’ Universitas Jember. Proses pelibatan mahasiswa dalam pemilihan rektor merupakan bagian dari era reformasi. Namun, untuk sekarang ini sepertinya mahasiswa hanya dilibatkan dalam pemilihan bakal calon rektor, sedangkan untuk hasil akhir dari pemilihan rektor tetap di tangan senat. Hal ini sudah diatur oleh hukum di Universitas Jember. Memang idealnya seluruh civitas akademika, karyawan, satpam dilibatkan dalam sebuah pemilihan seorang pemimpin, hal ini mencerminkan prinsip kejujuran, demokrasi dan reformasi. Tapi, hal ini baru bisa terlaksana jika kondisi dan kemampuan juga mendukung. Dia menambahkan, jangan sampai terjadi sesuatu yang disebut reformasi kebablasan.
Ditanya tentang pencalonannnya menjadi calon rektor, Sarwedi tersenyum sambil menerawang pada suatu masa. Dia bercerita, sebenarnya inisiatif untuk mencalonkan diri sebagai calon rektor berasal dari rekan-rekannya. Gayung bersambut, inisiatif ini pun mendapat respon positif. Beberapa persiapan telah ia lakukan. “Untuk sekarang ini, bila ditanya siap atau tidak, secara pribadi saya sudah siap!”, ujarnya dengan mantap.
Motivasinya selaras dengan misi UNEJ yaitu, menghasilkan lulusan yang bertaqwa, berkualitas. Secara pribadi, sebagai dosen ia merasa terpanggil untuk menghasilkan output sesuai dengan misi Universitas Jember. Latar belakang keluarganya adalah pendidik. Hampir semua keluarganya berprofesi sebagai guru atau dosen. Darah seorang pendidik telah mengalir di setiap urat nadi dalam tubuhnya. Mungkin hal ini pula yang memotivasinya dalam pencalonan ini. Dengan kemampuan dan kemauan yang dimilikinya, Sarwedi menginginkan tujuan yang bersifat normatif dapat tercapai.
Percakapan yang menarik ini diakhiri dengan jabat tangan. Sebelum UNEJ News meninggalkan ruangan, ia berpesan supaya Unej News juga mewawancarai bakal calon rektor yang lain supaya pempublikasian tulisan ini tidak terkesan politis, pun terasa adil.

No comments: